Kamis, 02 Februari 2017

Yusuf Basrifin, Tak Lelah Memelopori Budidaya Ikan Terpal

Modal Rp 80 Ribu Sudah Bisa Budidaya Lele

 BUDIDAYA ikan tak harus punya kolam. Lewat terpal kita pun bisa punya kolam yang menghasilkan. Inilah yang digeluti Yusuf Basrifin yang sejak 2007 sudah memakai metode terpal. Pria asal Tamanan ini pun pernah jadi wakil Jatim untuk belajar perikanan di Korea Selatan.

KOLAM tak jauh dari rumah Yusuf itu tak ubahnya kolam-kolam lainnya. Terbuat dari semen. Di Kolam itulah Yusuf menemukan ide bagaimana kita harus menjernihkan air kolam tanpa filter atau listrik dan cairan kimia. Lantas dimana kolam terpalnya ? Yusuf pun mengajak Jawa Pos Radar Ijen ke kolam terpal milik tetangganya yang tak lain satu kelompok dengannya. "Buat kolam semen ini untuk jangka panjang. Dulu saya ya pakai  terpal seperti ini karena minim dana," ujarnya.


Nama sebagai ketua kelompok budidaya ikan air tawar AL Khairat, nama Yusuf cukup dikenal di Dinas pertenakan dan perikanan (Disnakan) Bondowoso. Sebab, bisa dikatakan dia adalah pelopor kolam terpal di wilayah Bondowoso. "Lomba ikan Koi tahun kemarin itu pakai itu terpal dari saya. Beda memang kualitasnya dengan terpal yang dipakai warung-warung," ujarnya.

Terpal berkualitas tersebut pun didapat karena jaringan Yusuf saat studi banding ke Korea Selatan pada 2011. "Tahun 2011 ke Korea Selatan menjadi wakil Jatim untuk studi banding bersama pembudidaya se Indonesia," ungkapnya.

Dia yang menggeluti budidaya ikan air tawar dengan terpal sejak 2007 pun begitu kaget saat di Korea Selatan. "Di sana sudah pakai fiber, tidak terpal lagi. Sudah modern, katanya kolam pakai terpal itu dipakai sudah lama," tambahnya.

Yusuf menjelaskan saat 2007 membuat kolam terpal, karena kurang modal dan melihat potensi air yang melimpah di Dusun Krajan. "Saat itu tidak ada budidaya ikan di daerah sini, jika itu ada yang pakai semen dan membutuhkan modal besar," terangnya. Perlahan tapi pasti pria 43 ini pun sukses, orang sekitar pun mulai meliriknya. Yusuf sendiri bukan sarjana perikanan, dia hanya belajar perikanan saat menjadi santri yang mengelola kolam milik ustadnya.

Melihat kondisi wali santri yang hanya jadi petani dan tidak ada kegiatan lain, dia pun mulai perhatian. "Waktu itu saya kumpulkan 20 wali santri dan di beri terpal dalam jangka tiga hari harus bisa buat kolam terpal," terangnya. Pada 2009, kelompok budidaya ikan air tawarnya pun masuk di disnakan. Membuat kolam terpal adalah jawaban keterbatasan modal. Cukup uang Rp 80 bisa buat kolam dengan ukuran 2 x 3 meter dan seribu bibit ekor lele.

Menurut dia, budidaya ikan tersebut juga jadi jawaban perekonomian masyarakat Bondowoso yang pekerjaannya rata sebagai petani ataupun buruh tani. Karena, menjadi petani kerjanya mulai pagi hingga siang, setelah itu tak ada kegiatan dan alangkah baiknya menambah pasukan keluarga lewat budidaya ikan. Yusuf pun saat ini membuat makanan pengganti palet ikan, karena fakltor makanan ikan tersebut menjadi pengeluaran tersbesar. "Dalam seribu ikan setidaknya menghabiskan tiga sak dan harga satu sak Rp 340 ribu," terangnya. Lewat probiotik dengan mencampur kunir, nanas, gula merah dan tetes tebu yang diolah direbus hanya menghabiskan satu setengah sak paket. (wah)




Sumber : Jawa Pos Radar Ijen, Selasa 25 Oktober 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar