Rabu, 08 Februari 2017

Astrid Kartika, Perempuan Bondowoso yang Berkarir Di Kedubes Australia

Tinggalkan Praktik Dokter Demi Dampingi Pembangunan


PEREMPUAN nama lengkap Astrid Kartika ini adalah perempuan asli Bondowoso. Namun kiprahnya selama ini sudah di kancah nasional. Hal itu karena keterlibatannya dalam berbagai pendampingan. Dia rela meninggalkan profesinya sebagai dokter untuk menjadi seorang pendamping.

BEBERAPA waktu yang pemerintah Bondowoso memiliki tamu istimewa. Yakni Fleur Davies, Pejabat Kudutaan Besar Australia. Dalam kunjungan itu, dia di dampingi oleh seorang perempua. Dialah Astrid Kartika. Ternyata dia asli Bondowoso yang saat ini berkiprah di Unit Manager Poverty and Social Development.

Astris adalah alumnus SMKN 1 Bondowos yang melanjutkan studi SMA di Jogyakarta. Selanjutnya dia menempuh sarjana Kedokteran di Universitas Gadjah Mada. Setal wisuda, dia sempat melakukan praktik dokter, yakni pada 2001-2003. "Namun karena saya menganggap perlu peningkatan, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan studi," terngnya.

Dia lantas menempuh Master of Public Policy di Universitas Victoria, Wilington, New Zeland. Perempuan yang sempat menjadi asisten dosen di Universitas Gadja Mada ini menempuh pendidikan beasiswa prestasi.

 Anak-anak Mudanya Dominan Habis Magrib


Menurut dia, sebenarnya kebiasaan diskusi dan ngopi itu tak hanya sesuai salat subuh saja, sehabis shalat magrib juga ada dengan jamaah yang ngumpul dan ngopi bareng. "Dari ngumpul itu kami membicarakan banyak hal mulai pendidikan hingga keumatan. Jika ada persoalan yang perlu dibicarakan yang kami bahas sambil ngopi itu," katanya. Selain mengupas persoalan umat, ngopi pagi tersebut juga menjadi jembatan untuk menyelesaikan atau meredan persoalan yang tegah menghangat di masyarakat.

Termasuh membahas rencana hari besar agama yang dilakukan di masjid Miftahul huda maupun perkembangan pendidikan yang ada di kompleks masjid tersebut. Meski cofee morning itu dilakukan setiap mhari dan sudah berjal;an bertahun-tahun namun mereka pantang menggunakan kopi shasectan dari pabrik. Mereka tetap menyeduhkan dan menikmati mkopi asli tanpa perasa dan pengawet yang ditanam tak jauh dari sukorasi.

Sementara itu Yus Riadai, ketua ramas di masjid tersebut mengaku tradisi cofee morningb itu sangat efektif untuk membahar berbagai persoalan yang ada. Baik itu persoalan-persoalan di p[endidikan keumatan maupun persoalan lain di masyarakat. "Dan yang terpenting tetap menjaga silaturahmi antara jamaah masjid," katanya.

Ngopi bareng tersebut baru berakhir sekitar pukul 05.30 WIB. Mereka pun ada yang melanjutkan dengan jalan-jalan pagi ataupun langsung pulang ke rumah masing-masing untuk persiapan bekerja dan ngantar anak-anak. sekolah.

Sebenarnya hanya habis subuh saja habis magrib juga ada kebiasaan ngopim bareng itu dan jamaah lebih banyak terutama anak-anaka mudanya," ujarnya.
Sebagai anggota remas dan petani mkoppi dia pun sengat mendukung tradisi coffee morning yang sudah berjalan bertahun-tahun tersebut. Apalagi tradisi mereka tetap konsisten meminumkopi yang ditahan masyarakat di derah korasi dan Sumberwringin. (wah)






Sumber: Jawa Pos Radar Ijen,Rabu 07 September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar