Sabtu, 11 Februari 2017

Ponpes Al Ghafur Ponpes Orang dengan gangguan kejiwaan (2)

Ajarkan Ilmu Agama dan Gelar Kegiatan Tanpa Bantuan

 

PONPES dengan santri Orang Gangguan Jiwa (ODGJ) di Al Ghafur memang nyentrik. Lantas bagaimana proses nyantri mereka dan bisa sembuh lagi ? (WAWAN DWI SISWANTO)

BERBINCANG-bincang dengan pengasuh Ponpes Al Ghafur H Nawawi di kediamannya yang tak alan satu komplek dengan pondok, Jawa Pos Radar Ijen punya kesempatan melihat lebih dekat santri yang termasuk dalam ODGJ. "Semua santri semua sama (ODGJ), Red, tapi bisa dibedakan. Ada yang boleh keluar ada yang terus didalam dan di batasi pagar pembatas. Kalau seseorang mau masuk, ada santri yang sembuh 90 persen yang menemani," ucapnya.


Lapangan tanah dengan luas sekitar 100 meter persegi tersebut dibatasi dengan pagar tembok plus kawat berduri. Santri di dalam pun berkumpul menunggu kedatangan Jawa Pos Rdar Ijen, karena sebelumnya pengasuh mengatakan untuk semua santri itu kumpul.

Pintu triplek itu mulai dibuka dan saya pun masuk. Mereka pun menyapa dan minta foto, aroma tak sedap pun jadi ciri khas. Ketika memasuki kamar besar yang berisi belasan orang itu, akan terlihat kondisi yang memprihatinkan. Lantai dasar tanah liat, tembok lusuh dengan coretan hitam dari arang. Di ruang lainnya yang lebih kecil, ada juga santri yang tertidur dan ada pul beribadah dengan songkok di atas kepalanya itu.

Ruang kecil dengan ukuran 3 x 4 itu di huni dua sampai tiga santri. Untuk istirahat, ada di lantai dengan alas tikar ada pula dipan kayu tanpa kasur. Atap (internit) diruangan itu sudah banyak yang jebol dan tak ada jendela serta pintu.

Santri Mengabdi Mengolah Sawah

"Pintu dan jendela riusak, jadi tidak pakai pintu," ujar salah satu santri Al Ghafur ini.
Berdekatan dengan ruang kecil seperti kos-kosan, juga ada kamar mandi akstra besar. "Kalau mandi ya disini. Mulai subuh sudah mandi," ujar salah satu santri yang menemani Jawa Pos Radar Ijen.

Mendekati adzan magrib, mereka pun mulai memasuki kamar masing-masing dan dikunci.
Nawawi menjelaskan, sebenarnya tidak ada perbedaan antara santri yang didalam dan diluar. Hanya saja dibuat terpisah, agar mereka tidak melarikan diri. "Makany kalua malam. pintu di kunci salah satu kamar pun juga dikunci. Karena, kalau malam mereka banyak yang kabur. "Kalau kabur ya repot, ini anaknya orang dan titipkan untuk nyantri," ujarnya.

Sering lari tersebut, kata Nawawi, karena mereka ini tidak betah tinggal di ponpes karena mereka itu biasabya sering bebas berkeliaran dan tak ada aturan waktu.
Metode penyembuhan yang dilakukan pun tak seperti dokter, tapi seperti mengajarkan agama anak kecil. "Subuh pukul tiga mereka harus bangun dan mandi. Santri yang tingkat kesembuhan 90 persen mandinya di sungai," katanya.

Pendekatan lewat agama, di suruh shalat jamaah, Setidaknya bisa memperbaiki psikis mereka yang terguncang. Setelah di ajak ngobrol itu menyambung dan diperintahkan menjalankan, Nawawi menyebut mereka sudah ada kemajuan untuk sembuh. Sehingga, kata dia, santri tersebut dipisahkan dan diberi kesibukan mengelola pondok dan membantu pertanian. Nawawi pun masih ingat ada sabtri yang sembuh, tiba-tiba kambuh karena kembali melukis. "Ada santri yang sembuh, kalau melukis gila lagi. Setelah itu tak pernah dikasih cat air dan puas. Biar disibukan membantu pertanian," imbuhnya.

Hingga berdiri tahun 1993 Ponpes Al Ghafur tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. "Hanya di beri obat penenang, tapi tak pernah saya kasih," ujarnya. Sebab, membuat ketergantungan dan dosisnya selalu bertambah. Sehingga timbul penyakit lainnya.

Untuk biaya yang di keluarkan sebagai kebutuhan pondok, sebenarnya berasal dari uang orang tua atau keluarga santri. Namun, ada saja kelurga santri yang tidak kirim uang. "Ada juga yang tak pernah dikirim dan dijenguk keluarganya. Ada yang di perhatikan selama tiga bulan saja, setelah sembuh ada juga yang berbakti ke pondok tidak mau kembali ke rumahnya," jelasnya.

Menutupi pengeluaran sehari-hari terutama untuk makan pondok pun harus bisa mandiri. Salah satunya adalah mengelola usaha dibidang pertanian. Santri-santri yang sembuh 90 persen ini harus beri kegiatan salah satunya membantu membajak sawah., masak, dan mengurusi pondok," pungkasnya. (wah)



Sumber: Jawa Pos Radar Ijen, Kamis 15 September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar