Sabtu, 25 Februari 2017

Nestepa Keluarga Tohari, Pria yang Dua Tahun Hidup dalam Pasungan

Bapaknya Buta, Ibu jadi Tulang Punggung Keluarga

 

TARGET Indonesia bebas pasung perlu sentuhan seluruh elemen masyarakat. Sebab masih ada warga yang memasung anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Termasuk yang dialami Tohari warga Tanggulangin, Tegalampel.(WAWAN DWI)

SIRINE ambulans terdengar begitu keras di sekitar SDN Tanggulan 1, Tegalampel, tengah hari kemarin. Mobil putih melesat begitu cepat ke arah kota.



Depresi setelah Ditinggal Mati Istri

Guru SD dan warga setempat pun sempat bertanya-tanya siapa yang sakit keras hingga ambulans jalan begitu kencang.

Ambulans tersebut bukan membawa orang sakit keras, melainkan membawa Tohari pria asal Tanggulangin yang dipasung. "Rumahnya orang yang dipasung, lurus saja nanti ada jalan paving kecil belok kiri. Orang yang dipasung itu sudah dibawah ambulans barusan," ucap warga sekitar Balai Desa Tanggulangin itu.
Di halaman rumah Tohari banyak warga serta keluarganya berkumpul. Tampak pula empat bak air, pasta gigi, sikat,handskin, serta sampo. Alat-alat tersebut menyisahkan cerita bagaimana susah payahnya keluarga, warga setempat serta petugas medis memandikan Tohari. "Dimandikan dulu sebelum berangkat, yang membersihkan gigi pak kades," ucap Ida, keponakan Tohari.

Tohari mengalami gangguan kejiwaan Sekitar 2 tahun. Dua tahun itu pula pria 32 tahun itu dipasung menggunakan rantai. Menurut Salami, Ibu Tohari, anaknya mengalami gangguan kejiwaan setelah cerai dan di tinggal mati istrinya. "Mulai aneh itu sejak cerai sama istrinya, tak lama kemudian istrinya meninggal. Mungkin kepikiran juga dengan anaknya, karena setelah cerai anaknya ikut istri ke Bali," ucap Salami.

Tohari awalanya sososk pendiam dan murung berubah sering jalan-jalan tak jelas arah tujuan serta tak kenal waktu pulang. Bahkan sering mengamuk tak jelas hingga mulukai warga sekitar. Bahkan, kata Salami, pernah melukai satpam BRI Bondowoso. Dari sana, kata dia, keluarga sepakat untuk memasung anak keduanya tersebut, agar tidak meresahkan warga.

Salami beserta anak saudaranya bukan salah satu keluarga tertutp terhadap kondisi anak tersebut. "Bukan tidak lapor ke desa atau puskesmas. Karena tidak punya uanag untuk di bawa kerumah sakit," ucapnya. Pihak keluarga pun juga melapos ke Kades Tanggulangin. "Sebelumnya tidak direspon, baru pergantian kades yang baru ini ada tindakan," kata Ida. Sehingga yang menghubungkan Tohari ke pihak rumah sakit adalah kades Tanggulangin yang baru itu.

Meliha kondisi keluarga Tohari pun cukup memprihatinkan. Saat usia 4 tahun, Tohari sudah di tinggal Ayah kandungnya. Ayah tirinya bernama Muhadim pun tuna netra. "Bukan cacat dari lahir, dulu bisa lihat," papar Muhadim yang kini menginjak usia 65 tahun. Karena ada infeksi di dekat mata dan tak punya uanag untuk diperiksa, akhirnya membutakan kedua matanya.

Rumahnya pun bisa dikatakan rumah tak layak huni. Di dinding rumahnya terdapat tulisan program perumahan swadaya dari Kementrian Perumahan Rakyat tahun 2012. Meski, mendapat bantuan renovasi dari pemerintah, kondisi rumah tetap memrihatinkan. Hanya ruang tamu yang dindingnya dari batu bata sedang yang lainnya gedek dari bambu. Lantainya pun tanah, tak ada keramik seperti rumah pada umumnya.

Kondisi tempat pemasungan Tohari pun acak-acakan dan bau tak sedap. "Taruh di sini acak-acakan sering mengamuk. Kasur dan lemari jadi rusak," pngkas Salami. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga Tohari hanya mengandalkan Salami sebagai buruh tani. "Setiap hari Rp 15 ribu dari pagi sampai siang, tapi setiap hari kerja," ujarnya. (wah)


Sumber : Jawa Pos Radar Ijen, 11 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar