Selasa, 28 Februari 2017

Agus Sugianto, Pemahat Kayu asal Curahdami

Memahat Sesuai Inspirasi, Sealau Update di Internet

SENI rupa sudah menjadi dunia Agus Sugianto. Pria asal Curahdami ini tak sekedar melukis, atau mematung saja namun juga bisa merubah limbah akar jati menjadi meja kursi yang bernilai seni tinggi.(WAWAN DWI SISWANTO)

RUMAH sederhana nan aristik rasanya seperti bukan di Curahdami saja. Pagar yang terbuat tembok pun juga dihiasai seperti rumah di Bali. Ada pula pilar dan pintu yang terbuat dari kayu diukir sedemikian rupa menjadi ciri khas kediaman Agus. "Asyik ya rumahnya tidak seperti rumah di desa-desa," ujarnya.


Di halaman rumahnya Agus pun sibuk mengukir akar kayu jati jadi meja dan kursi.

Banyak Pesanan dari Luar Pulau Sebelum memulai memahat, sekali Agus melihat sketsa. Bukan sketsa yang ada di kertas, tapi sketsa di akar kayu tersebut. Empat akar kayu yang dikerjakan bukan miliknya. "Ini punya orang, saya yang mengerjakan," paparnya.

Hanya mengerjarkan satu akar meja tersebut pun bisa menghidupi Agus sekeluarga dalam satu bulan. "Biaya rata-rata per meja Rp 4 juta," katanya. Satu meja pun dikerjakan sekitar 15 hari sampai satu bulan. "Kalau dikebut hasilnya kaku, kalau lagi inspirasi datang ya langsung kerjakan meskipun malam," tambahnya.

Jika ditanay hailnya sampai mana, Agus pun merendah. "Sini-sini saja, ada Surabaya, Kalimantan. Kalau beli ya sering," katanya. Jika langsung di tangan konsumen satu meja akar jati tersebut bisa dijual hingga Rp 25 juta.

Belajar memahat akar jati jadi meja ukiran nan menawar tersebut tidak dari mana-mana melainkan otodidak. "Tidak pernah ikut orang buat ini, sekolah saya hanya kelas tiga Sd," ungkapnya. Namun yang mengasah dia ke dunia seni rupa dari pondok pesantren ( ponpes).

Ya, setelah tidak bisa meneruskan sekolah dia pun mondok. Dari sana pelajaran menggambar kaligrafi digelutinya. Bahkan, saat masih mondok tak jarang dia membuat sketsa kaligrafi untuk diaplikasikan ke beragam hiasan rumah hingga masjid.

Usai belajar di ponpes dan kembali ke rumah, pria 47 tahun ini mengaplikasikan ilmu kaligrafinya dari semenyang ditempelkan ke dinding rumahnya. Mengetahui Agus mampu membuat kaligrafi, tak jarang anak-anak sekitar rumahnya meminta bantuan mermbuat kerajinan tangan sebagai tugas sekolah.

"Sebelum bisa membuat ukiran meja dari akar kayu, dari mengerjakan kerajinan tangan anak sekolah dan kebetulan rata-rata terbuat dari kayu," ungkapnya.

Agus pun melatih kemahiran memahat dari kayu glondongan yang terpakai dan pilar rumahnya yang terbuat dari kayu. Hasilnyapun membuat Agus puas dan jadi hobi tersendiri baginya. Mseki, usia Agus tak lagi muda dia pun ternyata meek teknologi juga.

Internet dan print menjadi guru Agus untuk mencari inspirasi gambar sebelum pemahatan. "Ada kembang-kembangan, ukiran khas Kalimantan, Sulawesi, Papua hingga tetniknya dari internet," jelasnya. Dia berharap untuk anak Bondowoso harus bisa merningkatkan kual;itasnya. Jika kerja mengandalkan otot semua bisa dan yang muda pasti lebih hebat. Tapi, kerja berdasarkan kualitas sampai tua terus dipakai. (wah)

Sumber : Jawa Pos Radar Ijen, 15 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar