Jumat, 24 Februari 2017

Moch Kholil, Perajin Alat Musik Hadrah dari Bunder (2-habis)

Sempat Buat Jidur dari Besi Tua, Diminatai hingga Luar Kota

TAK pernah arang inilah semangat Moch Kholil yang terus membuat alat musik hadrah. Bahkan dia sempat membuat alat musik hadrah tersebut dari triplek hingga besi tua. Meski begitu peminatnya hingga luar kota. (WAWAN DWI SISWANTO)


KERJA keras dan tetap waktu inilah yang diunujukan M Kholil saat menyelesaikan pesanan alat musik hadrah. "Ada pesanan untuk toko-toko musik," ucapnya. Sembari memotong plat besi sebagai bahan baku jidur, tenor, dan lainnya itu, Kholil mulai mengingat-ingat kapan dia mulai terjun mengikuti pembuatan alat musik itu.

"Pertama membuat itu sebelum reformasi, mungkin tahun 1997," ungkapnya. Namun kala itu membuat alat musik hadrah tidak untuk dijual seperti sekarang. Latar belakang buat alat musik bernama jidur dan tenor pun karena Kholil mengikuti grup hadrah di Pejaten yang kesulitan membeli peralatan musik hadrah. Berbekal pengalaman bekerja sebagai mebeler di Pejaten, dia mencoba membuat jidur dan tenor agar grup hadrahnya tersebut tetap eksis. "Waktu itu pakai triplek, metodenya ya hampir sama dengan membuat beduk," jelasnya.


Pada 2003 Kholil kembali membuat alat musik hadrah setelah 1997 adalah karya terakhirnya. "Setelah buat jidur dan tenor dari triplek pada 1997, tetap bekerja membeler hingga kerja di industri mebel di Surabaya," katanya. Lagi-lagi membuat musik hadrah di tahun tersebut, karena kebutuhan grup hadrah di Bunder.

Anak Muda Punya Kekuatan Jangan Menterah oleh Keadaan

"Berhubung modalnya sedikit grup hadrah di Bunder, beli jidur dan lainnya yang murah, tapi suaranya jelek," ungkapnya.

Tak puas dengan suara yang dihasilkan, Kholil mulai mengotak-atik jidur tersebut. "Saya bongkar jidurnya eh ternyata dari aluminium," jelasnya. Berangkat dari sana pria kelahiran 1996 itu yakin bisa membuat lebih bagus dari lempengan besi tua. Alhasil, karya pun dikagumi tak hanya dari suara tapi juga tampilan. "Dicat warna putih, sudah hilang besi tuanya," ungkapnya.
Pesanan demi pesanan mulai berdatangan, jika dulu mengandalkan besi tua sebagai bahan baku membuat jidur, tenor dan lainnya. Kini, dia mulai memakai plat besi baru. "Wakunya dan tenaga gak bisa cepat kalau pakai besi tua, belum motong sama amplas," katanya.

Meski pesanan tak hanya di Bondowoso, ada Malang, Bali, Situbondo dan Jember, Kholil pun tetap mempertahankan membuat alat musik hadrah dengan cara manual. Bagi dia, musik adalah seni tidak seperti barang lainnya. Sehingga, produksi mengandalkan mesin rasanya tidak afdol. "Proses membuat rangka bleh lah mesin, tapi untuk suara, tak boleh mesin harus manusia," jelasnya.

Kini, dia berpesan sesuatau yang ditekuni dan disenangi, keberhasilan akan menunggu. Sehingga dia berharap generasi muda di Bondowoso jangan mudah patang arang. "Anak muda ini punya kekuatan, badan mereka masih segar bugar. Seharusnya tak boleh kalah dengan keadaan," paparnya. Selain sukses di bidang pembuatan alat musik, Kholil juga berprstasi sebagai mentor grup hadrah perempuan hingga tingkat Jatim. (wah)

Sumber : Jawa Pos Radar Ijen, 09 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar